Selasa, 30 Oktober 2012


Mendongeng Solusi Minimnya Fasilitas Pendidikan

Jakarta, Psikologi Zone – Mendongeng bersama anak selama 20 menit, merupakan cara tepat untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis anak. Mengapa? Sebab mendongeng selama 20 menit sama dengan belajar 10 hari ke depan. Sebuah kampanye mendongeng sebagai cara untuk melakukan pendidikan karakter di dalam keluarga, telah dilakukan oleh beberapa LSM pendidikan di Library Mall BIP Jln. Merdeka, Jumat (27/5/2011)
LSM tersebut terdiri dari Perkumpulan Keluarga Pendidikan (Kerlip), Kidzsmile Foundations, Komunitas Dongeng Dakocan, Pusat Penelitian Pendidikan Anak Merdeka, dan SMile (Safer Millenium). Menurut Yanti Sriyulianti dari Perkumpulan Keluarga Pendidikan, mengakui bahwa fasilitas pengembangan dan pendidikan bagi anak sangat minim. Belum lagi dengan berbagai fasilitas untuk anak berkebutuhan khusus, kemiskinan, keterampilan pengasuhan orangtua, dan kurangnya pengetahuan.
Sebanyak 1.186.941 usia 0-6 tahun terlantar dan pemenuhan hak mereka adalah tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan keluarga terutama orangtua. Sedikitnya fasilitas pendukung pengembangan dan pendidikan inilah yang membuat anak cenderung memilih TV sebagai pengisi waktu mereka. Menurut Yayasan Konsumen Anak Indonesia (YKAI), 30-35 jam anak menonton TV dalam seminggu.
Apa lagi ditambah dengan semakin sedikitnya perhatian orangtua karena kesibukan bekerja. Sehingga mendongeng adalah cara tepat dilakukan untuk menggunakan waktu luang berkualitas bersama anak. Cukup hanya dalam waktu 20 menit setiap hari. Persembahan khusus bagi anak-anak Indonesia adalah dengan menyuarakan semangat mendongeng 20 menit setiap hari. Ini dilakukan sebagai cara membahagiakan kembali anak bangsa kita, seperti saat mereka lahir.

Sumber :


Terapi Musik di Indonesia Kurang Berkembang


Jakarta, Psikologi Zone – Ujung tombak terapi musik di Indonesia adalah kerinduan sejak studi awal tentang hubungan antara musik, psikologi dan kesehatan. Sekarang, setelah ia menjadi profesor psikologi musik di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tahun 2011, Dr Djohan, masih merasa sulit untuk membuat mimpinya menjadi kenyataan. “Saya sudah menjadi profesor pertama dalam bidang psikologi musik di negara ini. Saat saya sedang terlibat dalam disiplin ilmu yang relatif langka tersebut, saya merasa berjuang sendiri untuk mewujudkan terapi musik, “kata doktor psikologi alumnus Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta ini, Rabu (23/5).
Bahkan, Indonesia telah tertinggal jauh di belakang dari negara-negara lain dalam metode terapi musik. Djohan bertekad untuk memasukkan potensi besar terapi musik untuk kesehatan masyarakat Indonesia. “Sayangnya, potensi ini tidak ditekankan dan ditingkatkan untuk mendukung penyembuhan pasien di rumah sakit. Psikologi musik masih belum dilirik,” kata pria kelahiran Palembang 17 Desember 1960 ini.
Bagi Djohan, pendekatan interdisipliner harus dikejar untuk memastikan obat lebih efisien dan efektif untuk pasien. Daripada mengandalkan obat-obatan, terapi musik dapat membantu mempercepat pemulihan. “Ketika kita tertinggal dalam menerapkan metode ini, pasien sangat dirugikan,” kata ayah dari tiga anak ini, yang telah mengunjungi Jepang, Australia, Thailand dan negara lain untuk mempelajari terapi ini. Secara historis, menurut pria penerima penghargaan Penggunaan Terapi Musik dari College of Music di Universitas Mahidol Bangkok, Thailand, pada 2009 ini, terapi musik sudah dikenal pada akhir abad ke-18, meskipun sebelumnya menjadi media penyembuhan di beberapa tempat seperti Cina, India, Yunani dan Italia.
“Di Amerika, terapi ini diterapkan untuk mengobati korban Perang Dunia I, terutama untuk mengatasi trauma yang mempengaruhi para veteran perang, bahkan para terapis musik sudah berafiliasi dalam sebuah organisasi American Music Therapy Association (AMTA),” kata Djohan, yang juga anggota dari Australia Musik dan Asosiasi Psikologi.
Kelangkaan ahli terapi musik atau praktisi menimbulkan kendala untuk usahanya mempopulerkan pengobatan ini. Dia memiliki kesulitan menemukan rekan-rekan untuk diskusi atau penelitian lebih jauh. “Jadi saya harus mencari mitra asing melalui internet,” ungkapnya. “Psikolog Indonesia memang menyadari terapi ini, tapi mereka sangat jarang menerapkannya atau mempelajari lebih jauh ke dalam, mungkin karena mereka merasa kurang kompeten untuk menangani musik, sehingga membuat mereka sekedar tertarik,” tambahnya yang juga penulis beberapa buku ini.
Meskipun demikian, Djohan merasa bersyukur atas beberapa rumah sakit memberikan respon positif terhadap tawarannya, meskipun penerapannya belum mencapai tahap terapi, namun masih sebagai uji coba untuk menguji pengaruh dari musik terhadap lingkungan rumah sakit, seperti ruang tunggu dan bangsal pasien. “Penggunaan terapi musik dapat menciptakan suasana kenyamanan dan relaksasi, sebelum diterapkan untuk membantu menyembuhkan pasien,” jelas Djohan, yang juga anggota Dewan Provinsi Budaya Yogyakarta.
Akhir-akhir ini, terapi musik juga telah diajarkan sebagai mata pelajaran di beberapa universitas. Menurut Djohan, penelitian telah menunjukkan bahwa musik dapat meringankan berbagai keluhan dan gangguan seperti kecemasan, depresi, gangguan saraf, insomnia dan stroke, dan dapat mengurangi risiko infeksi, detak jantung dan kontrol tekanan darah. “Terapi musik sangat penting untuk mempercepat proses penyembuhan dalam kondisi seperti itu, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti menyanyi, bermain musik, membuat gerakan ritmis atau hanya mendengarkan musik,” kata dosen pascasarjana di Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta dan Universitas Negeri Semarang ini. 

Sumber :


Agar Televisi Menjadi Sahabat Anak Anda
Sahabat anak kita tentunya perlu menjadi perhatian kita sebagai orang tua. Anak jaman sekarang pasti akrab dengan televisi. Anda mungkin sebagai orang tua juga terkadang cemas saat anak anda bermain, alternatif satu satunya hiburan adalah dengan menonton telovisi.
Menurut sebuah sumber,rata-rata jumlah jam menonton tervisi adalaha 30-35 jam perminggu. Angka ini dapat  dikatakan cukup tinggi. Dampaknya memang tidak selalu buruk, anak-anak pun bisa belajar banyak dari tanyngan yang memang cocok ditonton oleh anak-anak. Sayangnya, tayangan di televisi tidak semua diperuntukan bagi anak-anak.
Menurut direktur parenting and family support center  of university of Queensland, Australia. Prof matt sanders, untuk anak di usia 7-11 tahun. minimal menonton terlevisi adalah 21 jam dalam seminggu atau 3 jam sehari. Sementara itu, untuk anak usia 12 tahun, dia menyarankan maksimal 1 jam sehari dan sedikit lebih lama pada akhir pekan. Tentunya hal ini tidak mudah diterapkan di indonesia. Anak-anak Indonesia tidak memiliki tayangan berkualitas yang benar-benar cocok. Beberapa terobosan untuk tayangan anak-anak memang sudah dihasilkan tetapi posisinya masih belum mencukupi.
Mau tidak mau anda sebagai orang tua tidak bisa tinggal diam. Sanders menyarankan perlunya rencana pangaturan menonton program televisi bagi sang buah hati. Usahakan selalu luangkan waktu untuk mendampingi anak anda saat ia menonton televisi, sembari menerangkan hal-hal baik kepadanya. Selain itu, anda bisa melihat bakat dan potensi anak anda dari setiap tayangan yang diinginkannya,atau komentarnya mengenai tayangan ditelevisi.
Coba selalu untuk menerangkan makna dan pesan yang terkandung dari setiap tayangan televisi. Selalu terangkan bahwa kehidupan nyata berbeda dengan yang ada di televisi. Apabila kita bekerja sehingga waktu yang tersedia sedikit ketika bersama anak, cobalah tanya acara terlevisi apa yang sudah dia tonton, biarkan sang anak bercerita, selain melatih kejujuran,anak juga dilatih untuk terbuka dengan orang tua.
Bukan hanya pendampingan, penempatan televisi di kamar anak juga patut dipertimbangkan. Taruh saja diruang keluarga agar tontonannya bisa diawasi, selain itu batasi waktunya agar tidak terlalu lama menonton televisi  dan mengangu  jadwal  belajar serta bermainya.
Tanyangan televisi berbahaya bukan saja pada tayangan film.Iklan juga terkadang  bisa  memberikan pengaruh buruk seperti sifat konsumtif. Apabila sang anak mulai merengek minta sesuatu yang diiklankan, sebaiknya mulai menjelaskan  keadaan yang sebenarnya. Cobalah untuk  menyampaikan pikiran  anda  apabila ada siaran atau iklan yang tidak pantas tersebut  melalui media massa  atau langsung ke produsen produk tersebut.
Bila anda menggunakan televisi berbayar, tentunya akan lebih mudah mengatur jadwal menonton televisi  sang anak. Anda juga bisa menggunakan parental control  agar sang anak tidak bisa melihat tontonan yang tidak sesuai  dengan umurnya.  Anda  juga bisa memilih beberapa tanyangan yang memang cocok dengan umur anak anda. Menyediakan DVD yang sesuai dengan umur anak anda bisa jadi solusi alternative yang baik agar TV menjadi sahabat anak kita.

Sumber :

Template by:

Free Blog Templates