Rabu, 16 November 2011

ASAS-ASAS LAYANAN BIMBINGAN “KONSELING”
Bimbingan dan Konseling termasuk golongan jabatan profesional yang disebut helping professions yaitujabatan untuk membantu orang lain dalam pengembangan diri sendiri, seperti yang dilakukan oleh seorang pekerja sosial, pemuka agama, psikiater, dan ahli psikoanalisis, psikolog klinis dan psikoterapeut, serta konselor sekolah.

  A.Asas-Asas Komunikasi Antarpribadi dalam Konseling
Sebagaimana dikatakan diatas, pelayanan oleh konselor diinstitusi pendidikan terlakasana dalam interaksi pribadi dan komunikasi antar pribadi yang bercorak membantu dan dibantu (helping relationship) yang berlangsung secara formal dan dikelola secara profesional. Ciri-ciri dari hubungan antarpribadi yang demikian adalah sebagai berikut :
1.      Bermakana, baik untuk konselor maupun konseli, karena kedua belah pihak melibatkan diri sepenuhnya.
2.      Mengandung aneka unsur kognitif dan afektif, karena konselor dan konseli berpikir bersama serta alam perasaan konseli sepenuhnya diakui dan ikut dihayati leh konselor.
3.      Berdasarkan saling kepercayaan dan saling keterbukaan.
4.      Berlangsung atas dasar saling memberikan persetujuan, dalam arti onseli menyetujui terjadinya komunikasi secara sukarela dan konselor menerima dengan rela permintaan untuk memberikan bantuan profesional.
5.      Terdapat suatu kebutuhan dipihak konseli, yang diharapkannya dapat dipenuhi melalui wawancara konseling.
6.      Terdapat komunikasi dua araj, dalam arti konselor dan konseli saling menyampaikan pesan atau saling mengirimkan berita baik melalui saluran verbal maupun saluran nonverbal.
7.      Mengandung strukturalisasi, dalam arti komuniksi tidak berlangsung ala kadarnya seperti lazimnya dalam berkomunikasi sosial nonprofesional.
8.      Berdasarkan kerelaan dan usaha untuk bekerja sama agar tercapai suatu tujuan yang disepakati bersama.
9.      Mengarah kepada suatu perubahan diri konseli, perubahan itu adalah tujuan yang hendak dicapai bersama..
10.  Terdapat jaminan bahwa kedua partisipan merasa aman, dalam arti konseli dapat yakin akan keikhlasan konselor sehingga keterbukaannya tidak akan disalah gunakan olehnya.

Menurut pengarang buku ini, variasi dalam sudut pandang terhadap konseli menonjolkan empat aspek yang dapat ditemukan pada konseli yaitu terjadi komunikasi antarpribadi, berlangsung suatu proses, terdapat pertemuan tatap muka dan diberikan sejumlah tanggapan oleh konselor yang bersifat membantu. Kedua aspek proses dan pertemuan tata muka merupakan aspek yang paling pokok, sedangkan kedua aspek yang lain merupakan perwujudan nyata dari kedua aspek yang pokok.
Dalam konseling disekolah dapat timbul kesulitan karena konselor diinstitusi pendidikan adalah anggota staf pendidik, yang mungkin berhadapan dengan siswa dan mahasiswa yang belum mampu untuk memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah perkembangannya. Sebagai seorang pendidik, konselor disekolah mungkin harus menilai sampai berapa jauh sikap, pandangan dan tindakan konseli tepat dan sesuai dengan tujuan pendidikan institusional serta tuntutan kehidupan orang dewasa dalam lingkungan kebudayaan tertentu.
Apa yang diharapkan oleh seorang klien dari konseling tidak selalu sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh para konselor tentang sikap komunikasi antarpribadi dalam konseling dan tentang apa yang seharusnya menjadi tujuan monseling.

B.     Kondisi-Kondisi Eksternal dan Internal
Yang dimaksudkan dengan kondisi adalah keadaan yang kan berpengaruh terhadap proses konseling dan terhadap hubungan antar pribadi yang berlangsung selama wawancara konseling. Keadaan eksternal meyangkut hal-hal yang seperti lingkungan fisik diruang untuk berwawancara konseling dan suasana yang diciptakan selama wawancara konseling. Keadaan internal menyangkut hal-hal pada konseli atau konselor sendiri, seperti sikap, sifat kepribadian dan motivasi. Dengan demikian keadaan eksternal dan internal yang mendukung menjadi persyaratan, yang seharusnya atau paling sedikit, sebaiknya dipenuhi. Persyaratan yang seharusnya dipenuhi merupakan syarat mutlak atau prasyarat, dalam arti proses konseling tidak dapat berjalan kalau tidak dipenuhi. Persyaratan yang sebaiknya dipenuhi merupakan suatu penunjang, dalam arti proses konseling dan komunikasi antarpribadi masih dapat berjalan seandainya tidak terpenuhi.

1.      Kondisi-Kondisi Eksternal
Kondisi-kondisi eksternal menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a.       Lingkungan fisik ditempat wawancara konseling berlangsung.
b.      Penataan ruang.
c.       Bentuk bangunan ruang yang memungkinkan pembicaraan secara pribadi.
d.      Konselor berpakaian rapi.
e.       Kerapian dalam menata segala barang yang terdapat diruang dan diatas meja tulis konselor.
f.       Penggunaan sistem janji.
g.      Konselor menyisihkan buku, catatan serta kertas diatas meja pada waktu seorang konseli datang untuk berwawancara.
h.      Tidak terpasang peralatan rekaman berupa alat rekaman audio atau video.

Banyak hal yang disebut diatas merupakan suatu cara komunikasi nonverbal, yaitu menyampaikan pesan bahwa konseli dihormati dan dihargai sebagai pribadi yang berhak mendapatkan pelayanan manusiawi dan profesional.

2.      Kondisi-Kondisi Internal
a.      Dipihak Konseli
Pada waktu konseli akan menghadap konselor dia membawa sikap tertentu, pengalaman-pengalaman tertentu dalam hal mendapatkan pelayanan bimbingan, sukses dan kegagalan dimasa yang lampau, berbagai aspirasi serta kekecewaan, pandangan pribadi serta harapan tertentu terhadap konseling. Keadaan ini dapat dipandang sebagai keadaan awal yang sedikit banyak akan berpengaruh terhadap wawancara dan proses konseling. Dalam proses konseling sendiri berlaku beberapa kondisi berupa persyaratan yang seharusnya atau sebaiknya dipenuhi dmi keberhasilan konseling, meskipun keadaan awal memudahkan atau mempersulit terpenuhinya persyaratan-persyaratan itu.

1)      Keadaan awal yaitu keadaan sebelum proses kenseling yang sebenarnya dimulai, telah diteliti sebagai hal-hal berikut; sikapnya terhadap konselor sebagai pria dan wanita dari umur tertentu, kesannya mengenai keahlian konselor dalam membantu dia, harapannya terhadap pertemuan dengan konselor, kemiripan konseli dengan konselor dalam beberapa hal , dan kemampuan intelektual serta taraf kedewasaan.
2)      Berlaku beberapa persyaratan yang menyangkutproses konseling secara langsung, pertama, siswa harus bermotivasi kuat untuk mencari penyelesaian atas masalah yang dihadapi, yang disadari sepenuhnya, dan mau dibicarakan secara konselor. Kedua, keinsyafan akan tanggung jawab yang dipikul oleh konseli sendiri dalam mencari penyelesaian terhadap masalahnya dan melaksanakan apa yang diputuskan pada skhir proses konseling. Ketiga, keberanian dan memampuan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan serta masalah yabf dihadapi.

b.      Dipihak Konselor
Menurut konsepsi Belkin sejumlah kualitas kepribadian dapat ditampung dalam tiga judul yaitu mengenal diri sendiri, memahami orang lain dan kemampuan berkomunikasi denga orang lain. Sebagaimana konseli membawa dirinya dalam keadaan tertentu, demikian halnya pula konselor membawa dirinya dalam keadaan tertentu. Keadaan ini dapat dipandang sebagai keadaan awal, yang sedikit banyak akan berpengaruh terhadap jalannya wawancara dan proses konseling. Lingkaran paling dalam menyangkut segala persyaratan yang kiranya amat pokok, sedangkan lingkaran diantara yang paling dalam dan paling luar menyentuh pada sejumlah persyaratan yang tidak seberat persyaratan yang pokok.
1)      Keadaan awal, yaitu keadaan sebelum hungan antarpribadi secara formal dimulai, telah diteliti mengenai hal-hal sebagai berikut; jeis kelamin dan umur tertentu, penampilan yang menarik atau tidak, penggunaan humour, dan kecenderungan untuk banyak melakukan gerakan motorik atau tidak. 
2)      Rumpun persyaratan yang belum akan sampai menyentuh pertemuan antarpribadi secara langsung, namun sangat mendukung dalam komunikasi antarpribadi selama wawancara konseling, meliputu hal-hal sebagai berikut:  keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai kehidupan tertentu, pengalaman dilapangan, kemampuan menghadapi situasi yang belum menentu, kemudahan berbicara mengenai diri sendiri, konsep diri dan refleksi atas diri sendiri.
3)      Rumpun persayaratan yang menyentuh langsung pada hubungan serta komunikasi antarpribadi, sebagaimana berlangsung dalam wawancara konseling, banyak mendapat sorotan.

Semua yang dibahas diatas sebenarnya menyingkap siapa konselor itu sebagai pribadi dan untuk sebagian ditampilkan dalam kemampuannya berketerampilan komunikasi, khususnya teknik konseling, serta untuk sebagian diwujudkan dalam menaati kode etik jabatan.

C.    Teknik-Teknik Konseling
Konseling mengandung suatu proses komunikasi antarpribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal. Melalui berbagai tanggapan verbal dan aneka reaksi nonverbal, konselor mengkomunikasikan kondisi positif itu kepada konseli, sehingga konseli menyadari adanya kondisi pendukung dan karenanya tersedia pula untuk berkomunikasi dengan konselor. Kondisi serasi dapat dikomunikasi kan melalaui suatu teknik nonverbal, seperti sikap badan dan pandangan mata. Penggunaan teknik verbal dan nonverbal berlangsung dalam proses komunikasi timbal balik antara konselor dan konseli, tetapi pun tidak lepas dari sistematika kerja tertentu yang berpegang pada suatu pendekatan konseling berdasarkan pertimbangan rasional.

1.      Teknik-Teknik Konseling yang Verbal
Suatu teknik konseling yang verbal adalah suatu tanggapan verbal yang diberikan oleh konselor, yang merupakan perwujudan konkret dari maksud, pikiran, dan perasaan yang terbentuk dalam batin konselor untuk membantu konseli pada saat tertentu. Ungkapan konselor yang berupa tanggapan verbal dengan maksud membantu konseli dapat berupa satu atau lebih teknik yang verbal, tergantung dari intensi konselor, misalnya hanya menunjukkan penerimaan dan memantulkan penerimaan saja atau menunjukkan penerimaan dan memantulkan perasaan konseli, atau memantulkan pikiran dan memberikan informasi serta menanyakan hal tertentu.
Tanggapan verbal konselor dapat dituangkan dalam bentuk pernyataan atau dalam bentuk kalimat tanya atau dalam bentuk kombinasi dari pernyataan dan kalimat/kata tanya. Khususnya  mengenal kalimat tanya, perlu dibedakan antara bentuk pertanyaan terbuka dan bentuk pertanyaan tertutup. Selain itu konselor harus sangat hati-hati dalam memulai suatu kalimat tanya dengan mengapa atau kenapa. Teknik verbal dengan nomor a s.d. i mengandung pengarahan sedikit dan lebih sesuai dengan metode nondirektif, sedangkan nomor j s.d. u mengandung pengarahan banyak dan lebih sesuai dengan metode direktif.
a.       Ajakan untuk mulai (invitation to talk)
Pada akhir fase pembukaan konselor mempersilakan konseli untuk  mulai menjelaskan masalah yang ingin dibicarakan.
b.      Penerimaan/menunjukkan pengertian (acceptance, understanding)
Konselor menyatakan pengertiannya dan / atau penerimaannya terhadap hal yang terungkapkan.
c.       Perumusan kembali pikiran-gagasan/refleksi pikiran (reflection of content)
Menyangkut komponen pengalaman dan komponen refleksif dalam pesan konseli, disebut pikiran-gagasan karena subyek menggunakan suatu bentu representasi mental. Dirumuskan kembali oleh konselor dalam bentuk :
1)      Menggunakan kata-kata sendiri (parafrase)
2)      Menggunakan kata-kata konseli (restatement)
d.      Perumusan kembali perasaan / refleksi perasaan (reflection of feelings)
Menyangkut komponen afektif dalam perasaan konseli.
e.       Menjelaskan pikiran-gagasan / klarifikasi pikiran (clarification of content)
Menyangkut sembarang komponen refleksi pada pesan konseli, yang biasanya mencakup suatu keyakinan, suatu pandangan, suatu pendapat atau suatu evaluasi terhadap kejadian atau pengalaman.
f.       Penjelasan perasaab/klarifikasi perasaan (clarification of feelings)
Menyangkut komponen afektif dalam pesan konseli.
g.      Permintaan untuk melanjutkan (general lead)
Konselor mempersilakan konseli untuk memberikan ulasan/penjelasan lebih lanjut mengenai sesuatu yang telah dikemukakannya; isi ulasan/penjelasan dan arahnya kemana terserah kepada konseli.
h.      Pengulangan satu-dua kata (accent)
Konselor mengulangi satu atau dua kata kunci dari pernyataan konseli dalam bentuk kalimat tanya, dengan tujuan upaya konseli memberikan penjelasan lebih lanjut.
i.        Ringkasan/rangkuman (summary)
Secara singkat dan dalam garis besar konselor merumuskan apa yang telah dikatakan. Mengenai isi terdapat empat kemungkinan berikut ini :
1)      Pikiran dan gagasan yang telah dikemukakan oleh konseli sampai sekarang.
2)      Sejumlah perasaan yang telah diungkapkan oleh konseli sampai sekarang.
3)      Inti pembicaraan antara konseli dan konselor sampai sekarang
4)      Inti pembicaraan selama wawancara.
Akan baik juga jika konseli sendiri membuat rigkasan pada akhir wawancara; dengan demikian konselor mendapar umpan balik (feedback)
j.        Pertanyaan mengenai hal tertentu (questioning probing)
Konselor bertanye tentang hal tertentu misalnya: “siapa...?”; apa yang...?; kapan...?; bagaimana...?, dan sebagainya.
k.      Pemberian umpan balik (feedback)
Dalam pemberian umpan balik kepada seseorang, disampaikan kepadanya bagaimana ungkapannya, singkapnya dan tindakannya ditafsirkan orang lain.
l.        Pemberian informasi (information giving)
Konselor menyampaikan pengetahuan tentenga sesuatu kepada konseli; sesuatu yang sebaiknya diketahui, namun ternyata belum diketahuinya, penyampaian pengetahuan ini tidak mengandung unsur saran.
m.    Penyajian alternatif (forking response)
Konselor menggunakan beberapa alternatif; konseli diminta untuk memilih salah satu.
n.      Penyelidikan (invetigation)
Konselor mengajak konseli untuk bersam-sama menyelidiki berbagai alternatif yang dapat dipilih, meninjau bersama-sama alasan pro dan kontra pada masing-masing alternatif, memprakirakan segala akibat yang kiranya timbul jika alternatif tertentu dipilh.
o.      Pemberian struktur (structuring)
Konselor memberikan petunjuk tentang urutan langkah berpikir atau urutan tahap dalam pembicaraan yang sebaiknya diikuti supaya akhirnya sampai pada pemecahan/penyelesaian masalah.
p.      Interpretasi (interpretation)
Kepada konseli diutamakan arti atau makna dari kata-katanya atau perbuatannya. Teknik interpretasi menggali lebih dalam dari pada teknik penjelasan.
q.      Konfrontasi (confrontation)
Konselor mengarahkan perhatian konseli atas beberapa hal yang menurut pandangan koselor tidak sesuai satu sama lain.
r.        Diagnosis (diagnosis)
Konselor mengatakan kepada konseli apa yang menjadi inti masalah dan/atau mengapa masalah itu timbul.
s.       Susunan/rombongan (reassurance/support)
Konselor memberikan semangat dan keyakinan kepada konseli, lebih-lebih pada saat segalanya terasa sulit.
t.        Usul/saran (sugestion, advice)
Konselor memberikan nasehat, agar konseli mengambil tindakan tertentu atau memilih cara A daripada cara B. Ada konseli yang kadang-kadang membutuhkan hal ini, lebih-lebih bila dia sedang dalam keadaan bingung.
u.      Penolakan (criticism, negative, evaluation)
Konselor menyatakan pendapatnya berdasarkan pertimbangan obyektif yang bersifat menolak pandangan, tindakan atau rencana konseli. Teknik ini hanya bleh digunakan jika hubungan antara konseli dengan konselor sangat baik, sehingga komentar negatif dari konselor tidak akan merusak hubungan, bahkan akan membantu konseli untuk menghadapi dirinya sendiri secara realistis.

Teknik-teknik konseling verbal yang disebutkan diatas, harus digunakan secara luwes dan lama-kelamaan diterapkan secara spontan; untuk itu dibutuhkan pengalaman di lapangan yang cukup lama. Maka tidak mengherankan kalau semua calon konselor masih mengalami kesulitan dalam penggunaan teknik-teknik itu; namun serangkaian latihan terarah dalam rangka praktikum konseling dapat membiasakan mereka dengan penggunaan teknik-teknik ini sebagaimana mestinya.
Dalam menanggapi pesan konseli, konselor dapat lebih memperhatikan ungkapan pikiran atau lebih memperhatikan ungkapan perasaan. Demikian pula sebaliknya, mengutamakan ungkapan perasaan atau mengutamakan ungkapan pikiran, masing-masing mengandung pro dan kontra. Dalam memberikan pemantulan perasaan melalui teknik refleksi dan klarifikasi, konselor harus mendeskripsikan perasaan yang dialami konseli, dengan menyebutkan nama perasaan, melukiskan perbuatan yang ingin dilakukan, mengutamakan kiasan bahasa atau menggunakan kiasan perasaan. Namun patut dicatat bahwa “merasa...” dalam bahasa percakapan sehari-hari tidak selalu menunjuk pada ungkapan perasaan.

2.      Teknik-Teknik Konseling yang Nonverbal
Menurut mehrabian dalam bukunya Silent Messages (1981), istilah perilaku nonverbal dapat diartikan secara sempit dan secara luas. Dalam arti sempit, perilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata, misalnya ekspresi wajah, gerakan lengan dan tangan, insyarat dan pandangan mata, sikap badan, anggukan kepala, berbagai gerakan tungkai kaki dan tangan. Dalam arti luas perilaku nonverbal, disamping hal-hal yang disebutkan diatas juga menunjukkan pada gejala-gejala vokal yang menyertai ucapan kata-kata, seperti kekeliruan pada waktu berbicara, saat-saat diam, kecepatan berbicara, lamanya berbicara, volume suara, intonasi dan nada berbicara.
Teknik-teknik nonverbal itu adalah, antara lain :
a)      Senyman: untuk menyatakan sikap menerima, misalnya pada saat menyambut kedatangan konseli.
b)      Cara duduk: untuk menyatakan sikap rileks dan sikap mau memperhatikan, misalnya membungkuk kedepan, duduk agak bersandar.
c)      Anggukan kepala: untuk meyatakan penerimaan dan menunjukkan pengertian.
d)     Gerak-gerik lengan dan tangan: untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
e)      Berdiam diri: untuk memberikan kesempatan kepada konseli berbicara secara leluasa, mengatur pikirannya atau menenangkan diri. Bila konseli diam, mungkin konselor ikut berdiam diri, namun lamanya tergantung pada makna yang terkandung dalam diamnya konseli, misalnya konseli merasa :
1)      Sulit mengungkapkan perasaannya.
2)      Malu untuk berbicara dan / atau gelisah
3)      Antisipasi terhadap konselor karena bersikap bermusuhan
4)      Bingung dan mengharapkan saran atau bombongan dari konselor
5)      Lega sesudah mengungkapkan semua perasaannya.
f)       Mimik (ekspresi wajah, roman muka, air muka, raut muka): untuk menunjang atau mendukung dan menyertai reaksi-reaksi verbal.
g)      Kontak mata (konselor mencari kontak mata dengan konseli): untuk menunjang atau mendukung tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar.
h)      Variasi dalam nada suara dan kecepatan bicara: untuk menyesuaikan diri dengan ungkapan perasaan konseli, misalnya konselor berbicara lebih lembut, lebih lambat, lebih cepat, dengan nada suara lebih tinggi atau lebih rendah.
i)        Sentuhan: untuk menunjang tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar.

Konselor sekolah yang memahami corak khas yang terkandung dalam komunikasi nonverbal dan semakin menggunakannya secara sadar, akan memperkaya lalu lintas hubungan antarpribadi dengan konseli karena dia mampu menangkap makna yang terkandung dalam komunikasi nonverbal dipihak konseli dan sekaligus mewujudkan komunikasi bermakna dipihaknya sendiri.

D.    Tenaga Pengajar dan Konseling
Jumlah tenaga bimbingan profesional pada lembaga institusi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi telah bertambah banyak, namun belum tentulah mereka akan bertemu muka dalam wawancara konseling dengan semua siswa dan mahasiswa, karena waktu untuk layanan konseling terbatas, atau karena siswa dan mahasiswa mengalami suatu hambatan psikologis untuk minta bertemu dengan mereka secara perseorangan. Guru atau dosen itu diharapkan memberikan pelayanan yang sebaik mungkin, meskipun mereka tidak mendapat pendidikan formal dalam seluk beluk penyelenggaraan wawancara konseling formal.
Dibawah ini dijikan beberpa saran untuk tenaga pengajar yang akan berbicara secara perseorangan dengan siswa dan mahasiswa, yang menghubungi mereka atas inisiatif sendiri.
1)      Sikap dasar selaras seperti penerimaan dan pemahaman harus melandasi pelayanan.
2)      Tanggapan yang menyangkut penyelesaian masalah kerap mengandung pengarahan, dalam arti menunjukkan sikap yang tepat atau tindakan yang serasi, yang dapat membuka jalan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas. kebutuhan generasi muda tidak sama dengan keinginan generasi muda, sehingga tenaga pendidik harus waspada terhadap sekadar mengikuti keinginan siswa dan mahasiswa. Sebagai pedoman bagi pengarahan yang sebaiknya diberikan, disajikan beberapa petunjuk yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a.       Pembentukan watak (karakter): kepribadian yang tabah dan bermoral baik tidak akan dibentuk dengan menggunakan obat bius, berdoa banyak tanpa usaha nyata, mempelajari rubrik bintang anda, dan sekedar mengikuti arus zaman.
b.      Hubungan dengan orang tua: kalau timbul perbedaan pendapat dengan orang tua, harus dilihat apakah perbedaan pendapat itu menyangkut hal yang penting atau yang sepele saja. Dalam hal yang sepele, sebaiknya mengikuti kehendak orangtua.
c.       Pergaulan dengan jenis yang lain: dibidang ini timbul banyak persoalan yang pada umunya bersumber dan berpangkal pada pandangan yang sempit mengenai hubungan antara pria muda dan wanita muda, antara lain bahwa hubungan berteman harus segera menjadi hubungan berpacaran dengan segala bentuk ungkapan cinta mencintai.


Daftar Pustaka
Winkel, W.S. (2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta:Media Abadi

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates