ASAS-ASAS LAYANAN BIMBINGAN “KONSELING”
Bimbingan
dan Konseling termasuk golongan jabatan profesional yang disebut helping professions yaitujabatan untuk
membantu orang lain dalam pengembangan diri sendiri, seperti yang dilakukan
oleh seorang pekerja sosial, pemuka agama, psikiater, dan ahli psikoanalisis,
psikolog klinis dan psikoterapeut, serta konselor sekolah.
A.Asas-Asas
Komunikasi Antarpribadi dalam Konseling
Sebagaimana
dikatakan diatas, pelayanan oleh konselor diinstitusi pendidikan terlakasana
dalam interaksi pribadi dan komunikasi antar pribadi yang bercorak membantu dan
dibantu (helping relationship) yang
berlangsung secara formal dan dikelola secara profesional. Ciri-ciri dari
hubungan antarpribadi yang demikian adalah sebagai berikut :
1.
Bermakana,
baik untuk konselor maupun konseli, karena kedua belah pihak melibatkan diri
sepenuhnya.
2.
Mengandung
aneka unsur kognitif dan afektif, karena konselor dan konseli berpikir bersama
serta alam perasaan konseli sepenuhnya diakui dan ikut dihayati leh konselor.
3.
Berdasarkan
saling kepercayaan dan saling keterbukaan.
4.
Berlangsung
atas dasar saling memberikan persetujuan, dalam arti onseli menyetujui
terjadinya komunikasi secara sukarela dan konselor menerima dengan rela
permintaan untuk memberikan bantuan profesional.
5.
Terdapat
suatu kebutuhan dipihak konseli, yang diharapkannya dapat dipenuhi melalui
wawancara konseling.
6.
Terdapat
komunikasi dua araj, dalam arti konselor dan konseli saling menyampaikan pesan
atau saling mengirimkan berita baik melalui saluran verbal maupun saluran
nonverbal.
7.
Mengandung
strukturalisasi, dalam arti komuniksi tidak berlangsung ala kadarnya seperti
lazimnya dalam berkomunikasi sosial nonprofesional.
8.
Berdasarkan
kerelaan dan usaha untuk bekerja sama agar tercapai suatu tujuan yang disepakati
bersama.
9.
Mengarah
kepada suatu perubahan diri konseli, perubahan itu adalah tujuan yang hendak
dicapai bersama..
10.
Terdapat
jaminan bahwa kedua partisipan merasa aman, dalam arti konseli dapat yakin akan
keikhlasan konselor sehingga keterbukaannya tidak akan disalah gunakan olehnya.
Menurut
pengarang buku ini, variasi dalam sudut pandang terhadap konseli menonjolkan
empat aspek yang dapat ditemukan pada konseli yaitu terjadi komunikasi
antarpribadi, berlangsung suatu proses, terdapat pertemuan tatap muka dan
diberikan sejumlah tanggapan oleh konselor yang bersifat membantu. Kedua aspek
proses dan pertemuan tata muka merupakan aspek yang paling pokok, sedangkan
kedua aspek yang lain merupakan perwujudan nyata dari kedua aspek yang pokok.
Dalam konseling
disekolah dapat timbul kesulitan karena konselor diinstitusi pendidikan adalah
anggota staf pendidik, yang mungkin berhadapan dengan siswa dan mahasiswa yang
belum mampu untuk memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah perkembangannya.
Sebagai seorang pendidik, konselor disekolah mungkin harus menilai sampai
berapa jauh sikap, pandangan dan tindakan konseli tepat dan sesuai dengan
tujuan pendidikan institusional serta tuntutan kehidupan orang dewasa dalam
lingkungan kebudayaan tertentu.
Apa yang
diharapkan oleh seorang klien dari konseling tidak selalu sesuai dengan apa
yang dipikirkan oleh para konselor tentang sikap komunikasi antarpribadi dalam
konseling dan tentang apa yang seharusnya menjadi tujuan monseling.
B.
Kondisi-Kondisi
Eksternal dan Internal
Yang dimaksudkan
dengan kondisi adalah keadaan yang kan berpengaruh terhadap proses konseling
dan terhadap hubungan antar pribadi yang berlangsung selama wawancara
konseling. Keadaan eksternal meyangkut hal-hal yang seperti lingkungan fisik
diruang untuk berwawancara konseling dan suasana yang diciptakan selama
wawancara konseling. Keadaan internal menyangkut hal-hal pada konseli atau
konselor sendiri, seperti sikap, sifat kepribadian dan motivasi. Dengan
demikian keadaan eksternal dan internal yang mendukung menjadi persyaratan,
yang seharusnya atau paling sedikit, sebaiknya dipenuhi. Persyaratan yang
seharusnya dipenuhi merupakan syarat mutlak atau prasyarat, dalam arti proses
konseling tidak dapat berjalan kalau tidak dipenuhi. Persyaratan yang sebaiknya
dipenuhi merupakan suatu penunjang, dalam arti proses konseling dan komunikasi
antarpribadi masih dapat berjalan seandainya tidak terpenuhi.
1.
Kondisi-Kondisi
Eksternal
Kondisi-kondisi
eksternal menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a.
Lingkungan
fisik ditempat wawancara konseling berlangsung.
b.
Penataan
ruang.
c.
Bentuk
bangunan ruang yang memungkinkan pembicaraan secara pribadi.
d.
Konselor
berpakaian rapi.
e.
Kerapian
dalam menata segala barang yang terdapat diruang dan diatas meja tulis
konselor.
f.
Penggunaan
sistem janji.
g.
Konselor
menyisihkan buku, catatan serta kertas diatas meja pada waktu seorang konseli
datang untuk berwawancara.
h.
Tidak
terpasang peralatan rekaman berupa alat rekaman audio atau video.
Banyak hal yang
disebut diatas merupakan suatu cara komunikasi nonverbal, yaitu menyampaikan
pesan bahwa konseli dihormati dan dihargai sebagai pribadi yang berhak
mendapatkan pelayanan manusiawi dan profesional.
2.
Kondisi-Kondisi
Internal
a.
Dipihak Konseli
Pada waktu
konseli akan menghadap konselor dia membawa sikap tertentu, pengalaman-pengalaman
tertentu dalam hal mendapatkan pelayanan bimbingan, sukses dan kegagalan dimasa
yang lampau, berbagai aspirasi serta kekecewaan, pandangan pribadi serta
harapan tertentu terhadap konseling. Keadaan ini dapat dipandang sebagai keadaan
awal yang sedikit banyak akan berpengaruh terhadap wawancara dan proses
konseling. Dalam proses konseling sendiri berlaku beberapa kondisi berupa
persyaratan yang seharusnya atau sebaiknya dipenuhi dmi keberhasilan konseling,
meskipun keadaan awal memudahkan atau mempersulit terpenuhinya
persyaratan-persyaratan itu.
1)
Keadaan
awal yaitu keadaan sebelum proses kenseling yang sebenarnya dimulai, telah
diteliti sebagai hal-hal berikut; sikapnya terhadap konselor sebagai pria dan
wanita dari umur tertentu, kesannya mengenai keahlian konselor dalam membantu
dia, harapannya terhadap pertemuan dengan konselor, kemiripan konseli dengan
konselor dalam beberapa hal , dan kemampuan intelektual serta taraf kedewasaan.
2)
Berlaku
beberapa persyaratan yang menyangkutproses konseling secara langsung, pertama,
siswa harus bermotivasi kuat untuk mencari penyelesaian atas masalah yang
dihadapi, yang disadari sepenuhnya, dan mau dibicarakan secara konselor. Kedua,
keinsyafan akan tanggung jawab yang dipikul oleh konseli sendiri dalam mencari
penyelesaian terhadap masalahnya dan melaksanakan apa yang diputuskan pada
skhir proses konseling. Ketiga, keberanian dan memampuan untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan serta masalah yabf dihadapi.
b.
Dipihak Konselor
Menurut konsepsi
Belkin sejumlah kualitas kepribadian dapat ditampung dalam tiga judul yaitu
mengenal diri sendiri, memahami orang lain dan kemampuan berkomunikasi denga
orang lain. Sebagaimana konseli membawa dirinya dalam keadaan tertentu,
demikian halnya pula konselor membawa dirinya dalam keadaan tertentu. Keadaan
ini dapat dipandang sebagai keadaan awal, yang sedikit banyak akan berpengaruh
terhadap jalannya wawancara dan proses konseling. Lingkaran paling dalam
menyangkut segala persyaratan yang kiranya amat pokok, sedangkan lingkaran
diantara yang paling dalam dan paling luar menyentuh pada sejumlah persyaratan
yang tidak seberat persyaratan yang pokok.
1)
Keadaan
awal, yaitu keadaan sebelum hungan antarpribadi secara formal dimulai, telah
diteliti mengenai hal-hal sebagai berikut; jeis kelamin dan umur tertentu,
penampilan yang menarik atau tidak, penggunaan humour, dan kecenderungan untuk
banyak melakukan gerakan motorik atau tidak.
2)
Rumpun
persyaratan yang belum akan sampai menyentuh pertemuan antarpribadi secara
langsung, namun sangat mendukung dalam komunikasi antarpribadi selama wawancara
konseling, meliputu hal-hal sebagai berikut:
keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai kehidupan tertentu, pengalaman
dilapangan, kemampuan menghadapi situasi yang belum menentu, kemudahan berbicara
mengenai diri sendiri, konsep diri dan refleksi atas diri sendiri.
3)
Rumpun
persayaratan yang menyentuh langsung pada hubungan serta komunikasi
antarpribadi, sebagaimana berlangsung dalam wawancara konseling, banyak
mendapat sorotan.
Semua yang
dibahas diatas sebenarnya menyingkap siapa konselor itu sebagai pribadi dan
untuk sebagian ditampilkan dalam kemampuannya berketerampilan komunikasi,
khususnya teknik konseling, serta untuk sebagian diwujudkan dalam menaati kode
etik jabatan.
C.
Teknik-Teknik
Konseling
Konseling
mengandung suatu proses komunikasi antarpribadi yang berlangsung melalui
saluran komunikasi verbal dan nonverbal. Melalui berbagai tanggapan verbal dan
aneka reaksi nonverbal, konselor mengkomunikasikan kondisi positif itu kepada
konseli, sehingga konseli menyadari adanya kondisi pendukung dan karenanya
tersedia pula untuk berkomunikasi dengan konselor. Kondisi serasi dapat
dikomunikasi kan melalaui suatu teknik nonverbal, seperti sikap badan dan
pandangan mata. Penggunaan teknik verbal dan nonverbal berlangsung dalam proses
komunikasi timbal balik antara konselor dan konseli, tetapi pun tidak lepas
dari sistematika kerja tertentu yang berpegang pada suatu pendekatan konseling
berdasarkan pertimbangan rasional.
1.
Teknik-Teknik
Konseling yang Verbal
Suatu teknik
konseling yang verbal adalah suatu tanggapan verbal yang diberikan oleh
konselor, yang merupakan perwujudan konkret dari maksud, pikiran, dan perasaan
yang terbentuk dalam batin konselor untuk membantu konseli pada saat tertentu.
Ungkapan konselor yang berupa tanggapan verbal dengan maksud membantu konseli
dapat berupa satu atau lebih teknik yang verbal, tergantung dari intensi
konselor, misalnya hanya menunjukkan penerimaan dan memantulkan penerimaan saja
atau menunjukkan penerimaan dan memantulkan perasaan konseli, atau memantulkan
pikiran dan memberikan informasi serta menanyakan hal tertentu.
Tanggapan verbal
konselor dapat dituangkan dalam bentuk pernyataan atau dalam bentuk kalimat
tanya atau dalam bentuk kombinasi dari pernyataan dan kalimat/kata tanya.
Khususnya mengenal kalimat tanya, perlu
dibedakan antara bentuk pertanyaan terbuka dan bentuk pertanyaan tertutup.
Selain itu konselor harus sangat hati-hati dalam memulai suatu kalimat tanya dengan
mengapa atau kenapa. Teknik verbal dengan nomor a s.d. i mengandung pengarahan
sedikit dan lebih sesuai dengan metode nondirektif, sedangkan nomor j s.d. u
mengandung pengarahan banyak dan lebih sesuai dengan metode direktif.
a.
Ajakan untuk
mulai
(invitation to talk)
Pada akhir fase pembukaan konselor
mempersilakan konseli untuk mulai
menjelaskan masalah yang ingin dibicarakan.
b.
Penerimaan/menunjukkan
pengertian (acceptance, understanding)
Konselor menyatakan pengertiannya dan /
atau penerimaannya terhadap hal yang terungkapkan.
c.
Perumusan kembali
pikiran-gagasan/refleksi pikiran (reflection
of content)
Menyangkut komponen pengalaman dan
komponen refleksif dalam pesan konseli, disebut pikiran-gagasan karena subyek
menggunakan suatu bentu representasi mental. Dirumuskan kembali oleh konselor
dalam bentuk :
1)
Menggunakan
kata-kata sendiri (parafrase)
2)
Menggunakan
kata-kata konseli (restatement)
d.
Perumusan
kembali perasaan / refleksi perasaan (reflection
of feelings)
Menyangkut komponen afektif dalam
perasaan konseli.
e.
Menjelaskan
pikiran-gagasan / klarifikasi pikiran (clarification
of content)
Menyangkut sembarang komponen refleksi
pada pesan konseli, yang biasanya mencakup suatu keyakinan, suatu pandangan,
suatu pendapat atau suatu evaluasi terhadap kejadian atau pengalaman.
f.
Penjelasan
perasaab/klarifikasi perasaan (clarification
of feelings)
Menyangkut komponen afektif dalam pesan
konseli.
g.
Permintaan untuk
melanjutkan
(general lead)
Konselor mempersilakan konseli untuk
memberikan ulasan/penjelasan lebih lanjut mengenai sesuatu yang telah
dikemukakannya; isi ulasan/penjelasan dan arahnya kemana terserah kepada
konseli.
h.
Pengulangan
satu-dua kata
(accent)
Konselor mengulangi satu atau dua kata
kunci dari pernyataan konseli dalam bentuk kalimat tanya, dengan tujuan upaya
konseli memberikan penjelasan lebih lanjut.
i.
Ringkasan/rangkuman (summary)
Secara singkat dan dalam garis besar
konselor merumuskan apa yang telah dikatakan. Mengenai isi terdapat empat
kemungkinan berikut ini :
1)
Pikiran
dan gagasan yang telah dikemukakan oleh konseli sampai sekarang.
2)
Sejumlah
perasaan yang telah diungkapkan oleh konseli sampai sekarang.
3)
Inti
pembicaraan antara konseli dan konselor sampai sekarang
4)
Inti
pembicaraan selama wawancara.
Akan baik juga jika konseli sendiri
membuat rigkasan pada akhir wawancara; dengan demikian konselor mendapar umpan
balik (feedback)
j.
Pertanyaan
mengenai hal tertentu
(questioning probing)
Konselor bertanye tentang hal tertentu
misalnya: “siapa...?”; apa yang...?; kapan...?; bagaimana...?, dan sebagainya.
k.
Pemberian umpan
balik
(feedback)
Dalam pemberian umpan balik kepada
seseorang, disampaikan kepadanya bagaimana ungkapannya, singkapnya dan
tindakannya ditafsirkan orang lain.
l.
Pemberian
informasi
(information giving)
Konselor menyampaikan pengetahuan
tentenga sesuatu kepada konseli; sesuatu yang sebaiknya diketahui, namun
ternyata belum diketahuinya, penyampaian pengetahuan ini tidak mengandung unsur
saran.
m.
Penyajian
alternatif
(forking response)
Konselor menggunakan beberapa
alternatif; konseli diminta untuk memilih salah satu.
n.
Penyelidikan (invetigation)
Konselor mengajak konseli untuk
bersam-sama menyelidiki berbagai alternatif yang dapat dipilih, meninjau
bersama-sama alasan pro dan kontra pada masing-masing alternatif, memprakirakan
segala akibat yang kiranya timbul jika alternatif tertentu dipilh.
o.
Pemberian
struktur
(structuring)
Konselor memberikan petunjuk tentang
urutan langkah berpikir atau urutan tahap dalam pembicaraan yang sebaiknya
diikuti supaya akhirnya sampai pada pemecahan/penyelesaian masalah.
p.
Interpretasi (interpretation)
Kepada konseli diutamakan arti atau
makna dari kata-katanya atau perbuatannya. Teknik interpretasi menggali lebih
dalam dari pada teknik penjelasan.
q.
Konfrontasi (confrontation)
Konselor mengarahkan perhatian konseli
atas beberapa hal yang menurut pandangan koselor tidak sesuai satu sama lain.
r.
Diagnosis (diagnosis)
Konselor mengatakan kepada konseli apa
yang menjadi inti masalah dan/atau mengapa masalah itu timbul.
s.
Susunan/rombongan (reassurance/support)
Konselor memberikan semangat dan
keyakinan kepada konseli, lebih-lebih pada saat segalanya terasa sulit.
t.
Usul/saran (sugestion, advice)
Konselor memberikan nasehat, agar
konseli mengambil tindakan tertentu atau memilih cara A daripada cara B. Ada
konseli yang kadang-kadang membutuhkan hal ini, lebih-lebih bila dia sedang dalam
keadaan bingung.
u.
Penolakan (criticism, negative, evaluation)
Konselor menyatakan pendapatnya
berdasarkan pertimbangan obyektif yang bersifat menolak pandangan, tindakan
atau rencana konseli. Teknik ini hanya bleh digunakan jika hubungan antara
konseli dengan konselor sangat baik, sehingga komentar negatif dari konselor
tidak akan merusak hubungan, bahkan akan membantu konseli untuk menghadapi
dirinya sendiri secara realistis.
Teknik-teknik
konseling verbal yang disebutkan diatas, harus digunakan secara luwes dan
lama-kelamaan diterapkan secara spontan; untuk itu dibutuhkan pengalaman di
lapangan yang cukup lama. Maka tidak mengherankan kalau semua calon konselor
masih mengalami kesulitan dalam penggunaan teknik-teknik itu; namun serangkaian
latihan terarah dalam rangka praktikum konseling dapat membiasakan mereka
dengan penggunaan teknik-teknik ini sebagaimana mestinya.
Dalam menanggapi
pesan konseli, konselor dapat lebih memperhatikan ungkapan pikiran atau lebih
memperhatikan ungkapan perasaan. Demikian pula sebaliknya, mengutamakan
ungkapan perasaan atau mengutamakan ungkapan pikiran, masing-masing mengandung
pro dan kontra. Dalam memberikan pemantulan perasaan melalui teknik refleksi
dan klarifikasi, konselor harus mendeskripsikan perasaan yang dialami konseli,
dengan menyebutkan nama perasaan, melukiskan perbuatan yang ingin dilakukan,
mengutamakan kiasan bahasa atau menggunakan kiasan perasaan. Namun patut
dicatat bahwa “merasa...” dalam bahasa percakapan sehari-hari tidak selalu
menunjuk pada ungkapan perasaan.
2.
Teknik-Teknik
Konseling yang Nonverbal
Menurut
mehrabian dalam bukunya Silent Messages (1981), istilah perilaku nonverbal
dapat diartikan secara sempit dan secara luas. Dalam arti sempit, perilaku
nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari berbahasa
dengan memakai kata-kata, misalnya ekspresi wajah, gerakan lengan dan tangan,
insyarat dan pandangan mata, sikap badan, anggukan kepala, berbagai gerakan
tungkai kaki dan tangan. Dalam arti luas perilaku nonverbal, disamping hal-hal
yang disebutkan diatas juga menunjukkan pada gejala-gejala vokal yang menyertai
ucapan kata-kata, seperti kekeliruan pada waktu berbicara, saat-saat diam,
kecepatan berbicara, lamanya berbicara, volume suara, intonasi dan nada
berbicara.
Teknik-teknik nonverbal itu adalah,
antara lain :
a)
Senyman:
untuk menyatakan sikap menerima, misalnya pada saat menyambut kedatangan
konseli.
b)
Cara
duduk: untuk menyatakan sikap rileks dan sikap mau memperhatikan, misalnya
membungkuk kedepan, duduk agak bersandar.
c)
Anggukan
kepala: untuk meyatakan penerimaan dan menunjukkan pengertian.
d)
Gerak-gerik
lengan dan tangan: untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
e)
Berdiam
diri: untuk memberikan kesempatan kepada konseli berbicara secara leluasa,
mengatur pikirannya atau menenangkan diri. Bila konseli diam, mungkin konselor
ikut berdiam diri, namun lamanya tergantung pada makna yang terkandung dalam
diamnya konseli, misalnya konseli merasa :
1)
Sulit
mengungkapkan perasaannya.
2)
Malu
untuk berbicara dan / atau gelisah
3)
Antisipasi
terhadap konselor karena bersikap bermusuhan
4)
Bingung
dan mengharapkan saran atau bombongan dari konselor
5)
Lega
sesudah mengungkapkan semua perasaannya.
f)
Mimik
(ekspresi wajah, roman muka, air muka, raut muka): untuk menunjang atau
mendukung dan menyertai reaksi-reaksi verbal.
g)
Kontak
mata (konselor mencari kontak mata dengan konseli): untuk menunjang atau
mendukung tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar.
h)
Variasi
dalam nada suara dan kecepatan bicara: untuk menyesuaikan diri dengan ungkapan
perasaan konseli, misalnya konselor berbicara lebih lembut, lebih lambat, lebih
cepat, dengan nada suara lebih tinggi atau lebih rendah.
i)
Sentuhan:
untuk menunjang tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar.
Konselor sekolah
yang memahami corak khas yang terkandung dalam komunikasi nonverbal dan semakin
menggunakannya secara sadar, akan memperkaya lalu lintas hubungan antarpribadi
dengan konseli karena dia mampu menangkap makna yang terkandung dalam
komunikasi nonverbal dipihak konseli dan sekaligus mewujudkan komunikasi
bermakna dipihaknya sendiri.
D.
Tenaga Pengajar
dan Konseling
Jumlah tenaga
bimbingan profesional pada lembaga institusi pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi telah bertambah banyak, namun belum tentulah mereka akan bertemu muka
dalam wawancara konseling dengan semua siswa dan mahasiswa, karena waktu untuk
layanan konseling terbatas, atau karena siswa dan mahasiswa mengalami suatu
hambatan psikologis untuk minta bertemu dengan mereka secara perseorangan. Guru
atau dosen itu diharapkan memberikan pelayanan yang sebaik mungkin, meskipun
mereka tidak mendapat pendidikan formal dalam seluk beluk penyelenggaraan
wawancara konseling formal.
Dibawah ini
dijikan beberpa saran untuk tenaga pengajar yang akan berbicara secara
perseorangan dengan siswa dan mahasiswa, yang menghubungi mereka atas inisiatif
sendiri.
1)
Sikap
dasar selaras seperti penerimaan dan pemahaman harus melandasi pelayanan.
2)
Tanggapan
yang menyangkut penyelesaian masalah kerap mengandung pengarahan, dalam arti
menunjukkan sikap yang tepat atau tindakan yang serasi, yang dapat membuka
jalan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas. kebutuhan generasi muda tidak
sama dengan keinginan generasi muda, sehingga tenaga pendidik harus waspada
terhadap sekadar mengikuti keinginan siswa dan mahasiswa. Sebagai pedoman bagi
pengarahan yang sebaiknya diberikan, disajikan beberapa petunjuk yang
menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a.
Pembentukan
watak (karakter): kepribadian yang tabah dan bermoral baik tidak akan dibentuk
dengan menggunakan obat bius, berdoa banyak tanpa usaha nyata, mempelajari
rubrik bintang anda, dan sekedar mengikuti arus zaman.
b.
Hubungan
dengan orang tua: kalau timbul perbedaan pendapat dengan orang tua, harus
dilihat apakah perbedaan pendapat itu menyangkut hal yang penting atau yang
sepele saja. Dalam hal yang sepele, sebaiknya mengikuti kehendak orangtua.
c.
Pergaulan
dengan jenis yang lain: dibidang ini timbul banyak persoalan yang pada umunya
bersumber dan berpangkal pada pandangan yang sempit mengenai hubungan antara
pria muda dan wanita muda, antara lain bahwa hubungan berteman harus segera
menjadi hubungan berpacaran dengan segala bentuk ungkapan cinta mencintai.
Daftar Pustaka
Winkel, W.S. (2010). Bimbingan dan
Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta:Media Abadi
0 komentar:
Posting Komentar